F-Wamipro Bersama Organisasi Lainnya Gelar Orasi Tolak RUU Penyiaran

Ali Humas 07 June 2024 (1:37)
IMG-20240607-WA0040

Probolinggo,
Suasana di depan Kantor DPRD Kota dan Kabupaten Probolinggo hari ini penuh semangat dan keteguhan hati. Forum Wartawan Mingguan Probolinggo (F-Wamipro) bersama beberapa organisasi lainnya menggelar orasi untuk menyatakan penolakan terhadap RUU Penyiaran yang diinisiasi oleh DPR. Orasi ini menjadi sorotan utama karena melibatkan berbagai elemen pers. Yang prihatin akan nasib kebebasan pers di Indonesia. Kamis (06/06/24)

Di bawah terik matahari, para wartawan, berkumpul di alun alun kota Probolinggo dengan membawa spanduk yang penuh dengan tulisan penolakan terhadap RUU Penyiaran. “Kami menolak RUU Penyiaran! Kebebasan pers adalah hak dasar!” teriak salah satu orator, suaranya menggema dan memecah keheningan pagi itu. Seolah menjadi simfoni ketidaksetujuan, suara-suara tersebut bergabung, menjadi suara kolektif yang menuntut kebebasan.

Tidak hanya sekadar orasi, acara ini juga diisi dengan berbagai pidato yang mendalam dan penuh emosi. Ketu F-Wamipro M Suhri mengungkapkan kekhawatirannya, “RUU ini bisa menjadi belenggu baru bagi kebebasan pers kita. Alih-alih melindungi, ia justru bisa membungkam suara-suara kritis yang sangat kita perlukan dalam demokrasi.”

Perumpamaan seperti, “RUU ini bagai pedang bermata dua,” menggambarkan ketakutan bahwa regulasi yang seharusnya mengatur justru bisa digunakan untuk mengekang. “Kita butuh kebebasan, bukan kekangan!”ujar M Suhri.

Di tengah kerumunan, terlihat seorang jurnalis muda yang memegang poster dengan gambar pena dan rantai yang putus. Sebuah simbolisme yang kuat tentang harapan akan kebebasan pers yang tak terikat. “Ini bukan hanya soal jurnalis, tapi soal hak kita semua untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil,” ungkapnya.

Ironi pun mewarnai orasi hari ini, ketika di satu sisi, pemerintah menyuarakan kebebasan, namun di sisi lain, ada upaya untuk membatasi. “Ini ironi terbesar dalam demokrasi kita,” ujar seorang orator dengan nada getir.

Orasi ini bukan sekadar bentuk protes, tetapi juga seruan untuk perubahan yang lebih baik. “Kita harus terus berjuang, demi masa depan pers yang bebas dan bertanggung jawab,” tegas ketua F-Wamipro sebelum mengakhiri pidatonya.

Dengan penuh harapan, massa membubarkan diri dengan damai, meninggalkan jejak semangat dan keteguhan di depan kantor DPRD. Mereka berharap, suara mereka akan didengar dan RUU Penyiaran yang kontroversial ini akan ditinjau kembali, demi kebebasan pers yang sejati di Indonesia.

Di ujung hari, perjuangan ini mungkin baru satu babak dari sebuah narasi panjang. Tapi semangat yang terpancar hari ini adalah sebuah simbol, sebuah harapan bahwa kebebasan pers akan selalu diperjuangkan, dan suara-suara kebenaran akan terus bergema, tak peduli seberapa besar tantangannya.(suh)

Related Posts

Antusias, Warga Ponorogo Manfaatkan Pemutihan Pajak Ranmor di Hari Bhayangkara ke-78 dan HUT Kemerdekaan RI ke-79

PONOROGO – Program Pemutihan 2024 dalam rangka rangka Hari Bhayangkara…

Drs. HM. Nur Sjahid, MA: Banyak Relawan dan Lembaga Penggalangan Dana Erupsi Semeru Tidak Membuat Laporan ke BAZNAS

LUMAJANG: Pihak BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) Kabupaten Lumajang, Jawa…

Cak Thoriq dan Ning Fika Targetkan Menang Pilkada

Lumajang: Pasangan calon bupati dan wakil bupati Lumajang, Thoriqul Haq…

Jaran Kencak Meriahkan Pendaftaran Cabub Cawabub Thoriqul Haq Lucita Izza Rafika di KPU

Lumajang: Hari ini, Kamis, 29/08/2024, adalah jadwal Pendaftaran Cabub Cawabub…

Indah-Adji Siap Menangkan Pilkada Mendatang

Lumajang: Pasangan calon bupati dan wakil bupati Lumajang, Indah Adji…

Tim Pemenangan Thoriqul Haq Lucita Izza Rafika Siap Menangkan Pilbub Mendatang

Lumajang: Menjelang pendaftaran calon bupati dan wakil bupati Lumajang, pasangan…

Probolinggo,
Suasana di depan Kantor DPRD Kota dan Kabupaten Probolinggo hari ini penuh semangat dan keteguhan hati. Forum Wartawan Mingguan Probolinggo (F-Wamipro) bersama beberapa organisasi lainnya menggelar orasi untuk menyatakan penolakan terhadap RUU Penyiaran yang diinisiasi oleh DPR. Orasi ini menjadi sorotan utama karena melibatkan berbagai elemen pers. Yang prihatin akan nasib kebebasan pers di Indonesia. Kamis (06/06/24)

Di bawah terik matahari, para wartawan, berkumpul di alun alun kota Probolinggo dengan membawa spanduk yang penuh dengan tulisan penolakan terhadap RUU Penyiaran. “Kami menolak RUU Penyiaran! Kebebasan pers adalah hak dasar!” teriak salah satu orator, suaranya menggema dan memecah keheningan pagi itu. Seolah menjadi simfoni ketidaksetujuan, suara-suara tersebut bergabung, menjadi suara kolektif yang menuntut kebebasan.

Tidak hanya sekadar orasi, acara ini juga diisi dengan berbagai pidato yang mendalam dan penuh emosi. Ketu F-Wamipro M Suhri mengungkapkan kekhawatirannya, “RUU ini bisa menjadi belenggu baru bagi kebebasan pers kita. Alih-alih melindungi, ia justru bisa membungkam suara-suara kritis yang sangat kita perlukan dalam demokrasi.”

Perumpamaan seperti, “RUU ini bagai pedang bermata dua,” menggambarkan ketakutan bahwa regulasi yang seharusnya mengatur justru bisa digunakan untuk mengekang. “Kita butuh kebebasan, bukan kekangan!”ujar M Suhri.

Di tengah kerumunan, terlihat seorang jurnalis muda yang memegang poster dengan gambar pena dan rantai yang putus. Sebuah simbolisme yang kuat tentang harapan akan kebebasan pers yang tak terikat. “Ini bukan hanya soal jurnalis, tapi soal hak kita semua untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil,” ungkapnya.

Ironi pun mewarnai orasi hari ini, ketika di satu sisi, pemerintah menyuarakan kebebasan, namun di sisi lain, ada upaya untuk membatasi. “Ini ironi terbesar dalam demokrasi kita,” ujar seorang orator dengan nada getir.

Orasi ini bukan sekadar bentuk protes, tetapi juga seruan untuk perubahan yang lebih baik. “Kita harus terus berjuang, demi masa depan pers yang bebas dan bertanggung jawab,” tegas ketua F-Wamipro sebelum mengakhiri pidatonya.

Dengan penuh harapan, massa membubarkan diri dengan damai, meninggalkan jejak semangat dan keteguhan di depan kantor DPRD. Mereka berharap, suara mereka akan didengar dan RUU Penyiaran yang kontroversial ini akan ditinjau kembali, demi kebebasan pers yang sejati di Indonesia.

Di ujung hari, perjuangan ini mungkin baru satu babak dari sebuah narasi panjang. Tapi semangat yang terpancar hari ini adalah sebuah simbol, sebuah harapan bahwa kebebasan pers akan selalu diperjuangkan, dan suara-suara kebenaran akan terus bergema, tak peduli seberapa besar tantangannya.(suh)

call center

HANKAM

WhatsApp Image 2023-01-14 at 11.58.14-min